Selasa, 04 Juni 2013

KISAH SEDIH SEORANG MURID

Saya adalah seorang guru di
sekolah dasar, saya mengajar di
jam sore hari. Salah seorang murid
saya setiap hari datang terlambat
ke sekolah. Tas dan bajunya selalu
kotor. Setiap kali saya bertanya
tentang baju dan tasnya dia hanya
terdiam. Saya masih bersabar
dengan keadaan pakaiannya.
Tetapi kesabaran saya benar-
benar diuji dengan sikapnya yang
setiap hari datang terlambat. Pada
mulanya saya hanya memberi
nasehat. Dia hanya menundukkan
kepala tanpa berkata-kata kecuali
anggukan yang seolah-olah
dipaksakan.
Kali kedua saya
memarahinya, dia masih juga
mengangguk tetapi masih juga
datang terlambat keesokan
harinya.
Kali ketiga, saya terpaksa
menjalankan janji saya untuk
memukulnya kalau masih
terlambat. Anehnya dia hanya
menyerahkan punggungnya
untuk dipukul. Air matanya saja
yang berjatuhan tanpa berucap
sepatah katapun dari mulutnya.
Keesokan harinya dia masih juga
terlambat, dan saya memukulnya
lagi. Namun ia masih tetap dang
ke sekolah dan masih tetap
datang terlambat.
Suatu hari saya berencana untuk
menyelidikinya ke rumahnya.
Setelah mendapat alamatnya, saya
melanjutkan niat saya. Dia tinggal
di sebuah kawasan bukit yang
tidak begitu jauh dari sekolah.
Keadaan rumahnya sungguh
sangat sederhana, bahkan bisa
dikatakan tidak layak huni.
Saya melihat murid saya itu
sedang berdiri di depan rumahnya
dalam keadaan gelisah. Seorang
wanita yang mungkin ibunya juga
kelihatan. Kurang lebih pukul 1.30
siang, seorang anak lelaki sedang
berlari-lari sekuat tenaga menuju
rumah itu. Sambil berlari dia
membuka baju sekolahnya. Sampai
di depan rumah, baju dan tasnya
diserahkan kepada murid saya
yang langsung bergegas
memakainya. Sebelum pakaian
sekolahnya sempurna dikenakan,
dia sudah berlari ke arah sekolah.
Saya kembali ke sekolah dengan
penuh penyesalan. Saya
memanggil anak itu sambil
menahan air mata yang mulai
tergenang. "Maafkan ibu. Tadi ibu
pergi ke rumah kamu dan
memperhatikan kamu dari
kejauhan. Siapa yang berlari
memberi kamu baju tadi?"
Dia terkejut dan wajahnya
berubah. "Itu kakak saya. Kami
bergantian baju dan tas sebab
tidak ada baju lain lagi. Hanya baju
dan tas itu yang ada. Maafkan
saya, ibu." jawabnya.
"Kenapa kamu tidak memberitahu
ibu dan kenapa kamu biarkan saja
ketika ibu memukul kamu?"
"Ibu saya berpesan, jangan
meminta-minta pada orang,
jangan ceritakan kemiskinan kita
pada orang. Kalau ibu guru mau
memukul, serahkan saja punggung
kamu."
Sambil menahan air mata yang
mulai berguguran, saya memeluk
anak itu, "Maaf ibu..." Kejadian itu
cukup menyadarkan saya. Setelah
itu saya mencoba membantunya
sekuat yang aku mampu.
Dipetik dari pengalaman seorang
guru di desa terpencil. Semoga
bisa jadi bahan renungan kita
bersama, untuk terus bersyukur
atas apa yg kita miliki saat ini..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar